Menikah dengan lelaki yang dicintai dan akhirnya hamil adalah hal yang diinginkan oleh Dewi (bukan nama sebenarnya). Namun, keadaan berubah ketika ia mendapati bahwa suaminya selingkuh ketika ia sedang hamil.
Ia tidak mengatakan pada orang tuanya mengapa ia bercerai. Namun, ia membagi kisah ketegarannya menghadapi masa kehamilan dengan suami yang selingkuh, dan masa kelahiran ketika ia memutuskan untuk menjadi ibu tunggal untuk anaknya.
Berikut curahan hatinya:
Aku pernah punya pernikahan yang sempurna. Aku bertemu Adam setelah seorang teman telah memperkenalkan kita, segalanya berjalan dengan bahagia.
Kami pacaran selama 3 tahun sebelum akhirnya menikah. Aku hamil pada tahun pertama pernikahan kami.
Saat itulah dia mulai bertingkah. Rasanya keadaan jadi berbalik secara drastis.
Adam mulai sering pulang larut malam dengan alasan harus membawa klien untuk minum-minum.
Alasan yang diberikannya terdengar seperti trik kuno untuk mengelabuhi pasangan. Namun aku masih mempercayainya. Karena dia adalah… dia.
Dia adalah lelaki yang selalu jujur dan terbuka sejak pertama kalinya kita berkencan. Lelaki ini adalah pria yang sangat aku cintai. Ayah dari bayi yang belum lahir ini.
Kadang-kadang, dia mendapat telepon pada larut malam dari bos yang tinggal di luar negeri. Aku percaya padanya.
Dia mulai senang pergi dengan mobilnya setiap malam. Ketika aku memintanya untuk mengajakku bersamanya, dia menolak dan akan kembali beberapa jam kemudian.
Aku masih tidak meragukannya.
Pada satu hari, aku mengalami kram yang buruk di masa kehamilan bulan kedua. Aku harus naik taksi ke rumah sakit sendirian karena aku tidak berhasil menghubungi Adam.
Dia datang untuk menjengukku, tetapi akhirnya ia malah mengajakku bertengkar tentang betapa aku telah menjadi beban untuknya.
Bagaikan menyapu semua kotoran yang ada dan menyembunyikannya di bawah karpet, aku ingin semua kekacauan ini tampak baik-baik saja. Aku ingin melihat pernikahan kami bagai gelas kaca yang indah sewarna mawar.
Ini bukan waktu yang tepat untuk membahas kekurangan dalam pernikahan kami. Bagaimanapun, kami akan punya bayi.
Kami harus berusaha agar segalanya tetap berjalan lancar dan baik-baik saja.
Kehidupan intim kami juga telah terhenti. Dia berulang kali mengatakan kepadaku bahwa dia lelah dan terlalu stres karena pekerjaan.
Saat itu aku sedang berada di awal kehamilan dan yang aku baca, berhubungan intim saat hamil muda masih aman. Sebagai ibu baru, aku juga konsultasi ke dokter kandungan juga, dia memberikan lampu hijau soal ini.
Aku telah berinisiatif untuk melakukan hubungan intim dengannya beberapa kali, tapi dia selalu menolak keinginanku.
Alasan nya adalah “Aku tidak ingin menyakiti bayi. Kok kamu bisa sih jadi terangsang pada saat seperti ini?”
Hal ini terjadi beberapa kali selama trimester pertamaku. Ditolak berulang kali akan membuat kita mendapatkan gambaran tentang apa yang terjadi.
Aku jadi sangat minder dengan perubahan tubuhku. Tapi, bukankah itu adalah bagian dari kehamilan?
Aku merasa terluka, tidak diinginkan, dan tidak dicintai.
Kemudian hari itu datang juga, aku sedang hamil 6 bulan. Sahabat perempuanku saat itu mengirim SMS bahwa ada hal mendesak yang harus ia tanyakan padaku.
Dia mengirimiku link Facebook dan bertanya apakah pria dalam gambar itu Adam. Dengan perut melilit, aku mengklik link tersebut.
Di sana, terlihat gambar Adam di sebuah album Facebook sebuah klub malam terkenal di Jakarta. Ia sedang mencium perempuan lain, di bibir!
Adam, suamiku tukang selingkuh? Aku belum pernah melihat sisi tersebut. Aku melihat foto itu dengan lebih teliti. Wanita itu cantik, mempesona, dan sangat menarik.
Sedangkan, aku di sini… Sedang membulat bagai bola karena hamil. Aku benar-benar merasakan bahwa kepercayaan diriku menghilang tak bersisa dari tubuhku.
Tanda-tandanya memang ada, namun aku tak pernah berpikir bahwa ia berselingkuh dariku. Terutama pada saat kita baru saja memulai sebuah keluarga.
Selama ini aku hanya berpikir bahwa ia sedang super sibuk dan sedang bergumul dengan pekerjaannya yang menumpuk.
Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku meninggalkan dia? Bagaimana caranya aku membesarkan anak ini sendirian? Apa yang orang lain pikirkan nantinya? Semua pertanyaan mulai berhamburan dari pikiranku.
Rasanya ruangan di sekitarku berputar. Nafasku rasanya terhenti. Aku ambruk di lantai dan mulai berdarah. Saat terbangun, aku sedang berada di sebuah ranjang Rumah Sakit KK.
Di bawah terangnya lampu bangsal rumah sakit dan di tengah-tengah rasa pusing yang menderaku, aku melihat bahwa Adam ada di sana. Dia mendatangiku, dan mencari tahu apa yang menyebabkan ini semua terjadi, apa yang sedang terjadi di rumah.
Aku benar-benar hilang akal. Aku tunjukkan sebuah foto dari ponselku dan meminta penjelasannya.
Wajahnya langsung muram. Dia tidak mengelak. Dia mengakui bahwa ia memang berselingkuh.
Ia menjelaskan bahwa perselingkuhannya sudah berjalan selama satu tahun. Nama perempuan itu Kelly, seorang model asal Thailand.
Mereka bertemu di sebuah klub dan dia tidak menyangka bahwa keramahtamahan biasa akan berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam dan berbahaya.
Dia menyalahkan aku karena tidak menjadi wanita yang sama setelah kami menikah. Temperamenku mudah berubah dan sikapku juga “tidak menyenangkan” padanya sehingga ia memutuskan untuk pergi.
Rupanya aku membuatnya merasa terkekang, bahkan dari sebelum masa kehamilan.
“Aku ini sedang hamil! Apa yang kamu harapkan dariku? Tidak memiliki perubahan suasana hati? Bersikap baik sepanjang waktu?” tanyaku dengan sangat frustasi.
Aku merasa sedang berhadapan dengan seorang anak-anak. Betapa tidak dewasanya ia.
Apakah ia berpikir bahwa hidup yang kita jalani akan sama setelah kedatangan bayi? Makin jelas bahwa ia tidak siap menjalani kehidupan sebagai orang tua.
Dengan gampangnya ia mengambil jalan yang mudah dan mengejar perempuan lain sebagai solusi atas permasalahannya. Tidak ada satupun pikirannya yang masuk akal bagiku.
Dia mengatakan bagaimana ia mulai jatuh cinta padanya. Karena ia ‘tidak rumit’ dan ‘sangat menarik’ sehingga ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.
Dia juga menyadari bahwa ternyata ia tidak siap untuk menjadi seorang ayah.
Responku padanya saat itu, “Kamu tidak siap untuk menjadi seorang lelaki.”
Aku tidak ingin tahu detil bagaimana “hubungan” mereka. Yang aku pedulikan selanjutnya adalah apa yang harus aku lakukan selanjutnya.
Aku tidak pernah berencana untuk membesarkan anak ini sendirian. Segalanya tiba-tiba berubah dalam hitungan menit.
Apakah aku punya rencana cadangan? Tentu saja tidak. Calon ibu macam apa yang akan berpikir bahwa ia harus menyambut bayinya sendirian tanpa suaminya?
Aku punya banyak pertanyaan…
Apakah aku mampu secara finansial untuk membiayai anakku? Harus tinggal di mana kami? Apakah aku harus melahirkan bayi ini sendirian?
Siapa yang akan membantu persalinanku? Apa yang akan orang katakan pada anakku karena ia “tak punya ayah”? Bagaimana caranya aku menguatkan diri secara emosional untuk menghadapi ini?
Sial, kenapa sih dia harus berubah menjadi brengsek seperti itu dan menghancurkan semua yang telah kami bangun?
Semua mimpi tentang gambaran mengasuh anak, mendaftarkan bayi untuk ikut kelas berenang, belanja kebutuhan bayi…
Mengapa dia menjanjikan sesuatu ketika ia justru ingin mengakhirinya?
Pada malam yang sama, setelah aku keluar dari rumah sakit (untunglah pendarahanku tidak serius), aku segera pindah ke rumah orang tuaku. Aku mengatakan pada mereka bahwa aku membutuhkan seseorang untuk merawatku karena Adam tidak tahu cara merawat seseorang agar bugar kembali.
Aku harus jadi kuat demi bayiku. Aku tidak mengatakan pada orang tuaku bahwa pernikahanku selesai. Aku pikir mereka tidak akan dapat mengatasi stres yang ditimbulkan karena ini.
Adikku mengemas barang-barangku dan membawanya untukku. Aku mengatakan padanya segalanya. Dia bertanya apakah aku benar-benar menginginkan perceraian.
Dia mengatakan padaku bahwa tidak akan menyenangkan bagi seorang anak untuk tumbuh tanpa ayahnya. Aku juga harus siap menghadapi apa kata orang kepada bayi lelakiku ini. Dia juga bertanya apakah aku cukup kuat untuk ini semua.
Tentu saja aku ingin yang terbaik untuk anakku, aku tidak ingin dia tumbuh tanpa seorang ayah. Tapi rasa sakit yang ditimbulkan jika aku harus serumah dengan seseorang yang berselingkuh telah berada di luar kemampuanku untuk mengatasinya.
Aku tidak akan pernah bisa melihat Adam dengan cara yang sama lagi. Aku harus membuat keputusan yang tepat bagi kami semua..
Aku memutuskan untuk bercerai dari Adam dan ini membuatnya marah. Dia mulai melecehkan aku dan mengirimiku pesan teks berupa ancaman.
Aku mencoba untuk mengabaikan pesannya, tapi harus aku akui bahwa itu tidaklah mudah. Aku menangis sampai tertidur setiap hari. Aku juga khawatir bahwa ini semua akan berdampak kepada bayiku.
Orang tuaku tidak pernah tahu alasan sebenarnya mengapa kami bercerai. Mereka juga tidak pernah menyelidikinya secara mendalam.
Saran dari ayahku adalah:
Anakmu membutuhkanmu, sayangku. Jangan meratapi masa lalu. Itu akan membuatmu makin sedih.
Aku tahu bahwa keputusan ini berat, tak peduli apapun alasanmu untuk meninggalkan Adam. Tapi kamu harus mengutamakan hal yang terbaik untuk bayi ini.
Adam adalah seseorang di masa lalumu, ia mungkin bukanlah masa depanmu. Anakmulah masa depanmu.
Anakku Kiki sekarang berusia 1,5 tahun dan merupakan bagian dari kebahagiaan yang ada di rumah kami. Dia adalah anak yang ceria dan dihujani oleh banyak cinta.
Aku tidak tahu bagaimana masa depan akan membawa kami, tapi aku tahu bahwa aku melakukan banyak hal yang lebih baik sekarang. Memilikinya di sisiku adalah hadiah terbaik dari dunia untukku.
Selalu ada saja masa sulit, aku sangat tertekan saat itu. Ketika baru saja melahirkan dan menjalani peran sebagai ibu baru.
Tapi memiliki keluarga yang mendukung dan mencintaiku, ditambah dengan teman-teman yang luar biasa telah membawa banyak perbedaan untukku. Karena itulah, aku amat sangat bersyukur.
Menjadi seorang calon ayah bukanlah sebuah pembenaran atas perilaku buruk hanya karena istrinya hamil dan “jadi tidak sama lagi”. Mereka harus menyadari bahwa perempuan mengalami perubahan fisik dan emosial selama kehamilan.
Hanya butuh sedikit pengertian di antara keduanya agar dapat menjalani pernikahan yang awet. Semoga Dewi dan anaknya, Kiki, dapat menjalani ini semua dengan penuh ketegaran dan kebahagiaan.
sumber: cerminan.com
Ia tidak mengatakan pada orang tuanya mengapa ia bercerai. Namun, ia membagi kisah ketegarannya menghadapi masa kehamilan dengan suami yang selingkuh, dan masa kelahiran ketika ia memutuskan untuk menjadi ibu tunggal untuk anaknya.
Berikut curahan hatinya:
Aku pernah punya pernikahan yang sempurna. Aku bertemu Adam setelah seorang teman telah memperkenalkan kita, segalanya berjalan dengan bahagia.
Kami pacaran selama 3 tahun sebelum akhirnya menikah. Aku hamil pada tahun pertama pernikahan kami.
Saat itulah dia mulai bertingkah. Rasanya keadaan jadi berbalik secara drastis.
Adam mulai sering pulang larut malam dengan alasan harus membawa klien untuk minum-minum.
Alasan yang diberikannya terdengar seperti trik kuno untuk mengelabuhi pasangan. Namun aku masih mempercayainya. Karena dia adalah… dia.
Dia adalah lelaki yang selalu jujur dan terbuka sejak pertama kalinya kita berkencan. Lelaki ini adalah pria yang sangat aku cintai. Ayah dari bayi yang belum lahir ini.
Kadang-kadang, dia mendapat telepon pada larut malam dari bos yang tinggal di luar negeri. Aku percaya padanya.
Dia mulai senang pergi dengan mobilnya setiap malam. Ketika aku memintanya untuk mengajakku bersamanya, dia menolak dan akan kembali beberapa jam kemudian.
Aku masih tidak meragukannya.
Pada satu hari, aku mengalami kram yang buruk di masa kehamilan bulan kedua. Aku harus naik taksi ke rumah sakit sendirian karena aku tidak berhasil menghubungi Adam.
Dia datang untuk menjengukku, tetapi akhirnya ia malah mengajakku bertengkar tentang betapa aku telah menjadi beban untuknya.
Bagaikan menyapu semua kotoran yang ada dan menyembunyikannya di bawah karpet, aku ingin semua kekacauan ini tampak baik-baik saja. Aku ingin melihat pernikahan kami bagai gelas kaca yang indah sewarna mawar.
Ini bukan waktu yang tepat untuk membahas kekurangan dalam pernikahan kami. Bagaimanapun, kami akan punya bayi.
Kami harus berusaha agar segalanya tetap berjalan lancar dan baik-baik saja.
Kehidupan intim kami juga telah terhenti. Dia berulang kali mengatakan kepadaku bahwa dia lelah dan terlalu stres karena pekerjaan.
Saat itu aku sedang berada di awal kehamilan dan yang aku baca, berhubungan intim saat hamil muda masih aman. Sebagai ibu baru, aku juga konsultasi ke dokter kandungan juga, dia memberikan lampu hijau soal ini.
Aku telah berinisiatif untuk melakukan hubungan intim dengannya beberapa kali, tapi dia selalu menolak keinginanku.
Alasan nya adalah “Aku tidak ingin menyakiti bayi. Kok kamu bisa sih jadi terangsang pada saat seperti ini?”
Hal ini terjadi beberapa kali selama trimester pertamaku. Ditolak berulang kali akan membuat kita mendapatkan gambaran tentang apa yang terjadi.
Aku jadi sangat minder dengan perubahan tubuhku. Tapi, bukankah itu adalah bagian dari kehamilan?
Aku merasa terluka, tidak diinginkan, dan tidak dicintai.
Kemudian hari itu datang juga, aku sedang hamil 6 bulan. Sahabat perempuanku saat itu mengirim SMS bahwa ada hal mendesak yang harus ia tanyakan padaku.
Dia mengirimiku link Facebook dan bertanya apakah pria dalam gambar itu Adam. Dengan perut melilit, aku mengklik link tersebut.
Di sana, terlihat gambar Adam di sebuah album Facebook sebuah klub malam terkenal di Jakarta. Ia sedang mencium perempuan lain, di bibir!
Adam, suamiku tukang selingkuh? Aku belum pernah melihat sisi tersebut. Aku melihat foto itu dengan lebih teliti. Wanita itu cantik, mempesona, dan sangat menarik.
Sedangkan, aku di sini… Sedang membulat bagai bola karena hamil. Aku benar-benar merasakan bahwa kepercayaan diriku menghilang tak bersisa dari tubuhku.
Tanda-tandanya memang ada, namun aku tak pernah berpikir bahwa ia berselingkuh dariku. Terutama pada saat kita baru saja memulai sebuah keluarga.
Selama ini aku hanya berpikir bahwa ia sedang super sibuk dan sedang bergumul dengan pekerjaannya yang menumpuk.
Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku meninggalkan dia? Bagaimana caranya aku membesarkan anak ini sendirian? Apa yang orang lain pikirkan nantinya? Semua pertanyaan mulai berhamburan dari pikiranku.
Rasanya ruangan di sekitarku berputar. Nafasku rasanya terhenti. Aku ambruk di lantai dan mulai berdarah. Saat terbangun, aku sedang berada di sebuah ranjang Rumah Sakit KK.
Di bawah terangnya lampu bangsal rumah sakit dan di tengah-tengah rasa pusing yang menderaku, aku melihat bahwa Adam ada di sana. Dia mendatangiku, dan mencari tahu apa yang menyebabkan ini semua terjadi, apa yang sedang terjadi di rumah.
Aku benar-benar hilang akal. Aku tunjukkan sebuah foto dari ponselku dan meminta penjelasannya.
Wajahnya langsung muram. Dia tidak mengelak. Dia mengakui bahwa ia memang berselingkuh.
Ia menjelaskan bahwa perselingkuhannya sudah berjalan selama satu tahun. Nama perempuan itu Kelly, seorang model asal Thailand.
Mereka bertemu di sebuah klub dan dia tidak menyangka bahwa keramahtamahan biasa akan berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam dan berbahaya.
Dia menyalahkan aku karena tidak menjadi wanita yang sama setelah kami menikah. Temperamenku mudah berubah dan sikapku juga “tidak menyenangkan” padanya sehingga ia memutuskan untuk pergi.
Rupanya aku membuatnya merasa terkekang, bahkan dari sebelum masa kehamilan.
“Aku ini sedang hamil! Apa yang kamu harapkan dariku? Tidak memiliki perubahan suasana hati? Bersikap baik sepanjang waktu?” tanyaku dengan sangat frustasi.
Aku merasa sedang berhadapan dengan seorang anak-anak. Betapa tidak dewasanya ia.
Apakah ia berpikir bahwa hidup yang kita jalani akan sama setelah kedatangan bayi? Makin jelas bahwa ia tidak siap menjalani kehidupan sebagai orang tua.
Dengan gampangnya ia mengambil jalan yang mudah dan mengejar perempuan lain sebagai solusi atas permasalahannya. Tidak ada satupun pikirannya yang masuk akal bagiku.
Dia mengatakan bagaimana ia mulai jatuh cinta padanya. Karena ia ‘tidak rumit’ dan ‘sangat menarik’ sehingga ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.
Dia juga menyadari bahwa ternyata ia tidak siap untuk menjadi seorang ayah.
Responku padanya saat itu, “Kamu tidak siap untuk menjadi seorang lelaki.”
Aku tidak ingin tahu detil bagaimana “hubungan” mereka. Yang aku pedulikan selanjutnya adalah apa yang harus aku lakukan selanjutnya.
Aku tidak pernah berencana untuk membesarkan anak ini sendirian. Segalanya tiba-tiba berubah dalam hitungan menit.
Apakah aku punya rencana cadangan? Tentu saja tidak. Calon ibu macam apa yang akan berpikir bahwa ia harus menyambut bayinya sendirian tanpa suaminya?
Aku punya banyak pertanyaan…
Apakah aku mampu secara finansial untuk membiayai anakku? Harus tinggal di mana kami? Apakah aku harus melahirkan bayi ini sendirian?
Siapa yang akan membantu persalinanku? Apa yang akan orang katakan pada anakku karena ia “tak punya ayah”? Bagaimana caranya aku menguatkan diri secara emosional untuk menghadapi ini?
Sial, kenapa sih dia harus berubah menjadi brengsek seperti itu dan menghancurkan semua yang telah kami bangun?
Semua mimpi tentang gambaran mengasuh anak, mendaftarkan bayi untuk ikut kelas berenang, belanja kebutuhan bayi…
Mengapa dia menjanjikan sesuatu ketika ia justru ingin mengakhirinya?
Pada malam yang sama, setelah aku keluar dari rumah sakit (untunglah pendarahanku tidak serius), aku segera pindah ke rumah orang tuaku. Aku mengatakan pada mereka bahwa aku membutuhkan seseorang untuk merawatku karena Adam tidak tahu cara merawat seseorang agar bugar kembali.
Aku harus jadi kuat demi bayiku. Aku tidak mengatakan pada orang tuaku bahwa pernikahanku selesai. Aku pikir mereka tidak akan dapat mengatasi stres yang ditimbulkan karena ini.
Adikku mengemas barang-barangku dan membawanya untukku. Aku mengatakan padanya segalanya. Dia bertanya apakah aku benar-benar menginginkan perceraian.
Dia mengatakan padaku bahwa tidak akan menyenangkan bagi seorang anak untuk tumbuh tanpa ayahnya. Aku juga harus siap menghadapi apa kata orang kepada bayi lelakiku ini. Dia juga bertanya apakah aku cukup kuat untuk ini semua.
Tentu saja aku ingin yang terbaik untuk anakku, aku tidak ingin dia tumbuh tanpa seorang ayah. Tapi rasa sakit yang ditimbulkan jika aku harus serumah dengan seseorang yang berselingkuh telah berada di luar kemampuanku untuk mengatasinya.
Aku tidak akan pernah bisa melihat Adam dengan cara yang sama lagi. Aku harus membuat keputusan yang tepat bagi kami semua..
Aku memutuskan untuk bercerai dari Adam dan ini membuatnya marah. Dia mulai melecehkan aku dan mengirimiku pesan teks berupa ancaman.
Aku mencoba untuk mengabaikan pesannya, tapi harus aku akui bahwa itu tidaklah mudah. Aku menangis sampai tertidur setiap hari. Aku juga khawatir bahwa ini semua akan berdampak kepada bayiku.
Orang tuaku tidak pernah tahu alasan sebenarnya mengapa kami bercerai. Mereka juga tidak pernah menyelidikinya secara mendalam.
Saran dari ayahku adalah:
Anakmu membutuhkanmu, sayangku. Jangan meratapi masa lalu. Itu akan membuatmu makin sedih.
Aku tahu bahwa keputusan ini berat, tak peduli apapun alasanmu untuk meninggalkan Adam. Tapi kamu harus mengutamakan hal yang terbaik untuk bayi ini.
Adam adalah seseorang di masa lalumu, ia mungkin bukanlah masa depanmu. Anakmulah masa depanmu.
Anakku Kiki sekarang berusia 1,5 tahun dan merupakan bagian dari kebahagiaan yang ada di rumah kami. Dia adalah anak yang ceria dan dihujani oleh banyak cinta.
Aku tidak tahu bagaimana masa depan akan membawa kami, tapi aku tahu bahwa aku melakukan banyak hal yang lebih baik sekarang. Memilikinya di sisiku adalah hadiah terbaik dari dunia untukku.
Selalu ada saja masa sulit, aku sangat tertekan saat itu. Ketika baru saja melahirkan dan menjalani peran sebagai ibu baru.
Tapi memiliki keluarga yang mendukung dan mencintaiku, ditambah dengan teman-teman yang luar biasa telah membawa banyak perbedaan untukku. Karena itulah, aku amat sangat bersyukur.
Menjadi seorang calon ayah bukanlah sebuah pembenaran atas perilaku buruk hanya karena istrinya hamil dan “jadi tidak sama lagi”. Mereka harus menyadari bahwa perempuan mengalami perubahan fisik dan emosial selama kehamilan.
Hanya butuh sedikit pengertian di antara keduanya agar dapat menjalani pernikahan yang awet. Semoga Dewi dan anaknya, Kiki, dapat menjalani ini semua dengan penuh ketegaran dan kebahagiaan.
sumber: cerminan.com
loading...
0 Response to "Kisah Nyata “Suamiku Selingkuh Ketika Aku Sedang Hamil, Alasannya Sunggah Tak Kuduga"
Posting Komentar